Rabu, 12 Oktober 2011

MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK BERBUDAYA,TERMULIA DAN PENGEMBAN NILAI-NILAI MORAL


BABI
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kehidupan manusia sangatlah komplek, begitu pula hubungan yang terjadi pada manusia sangatlah luas. Hubungan tersebut dapat terjadi antara manusia dengan manusia, manusia dengan alam, manusia dengan makhluk hidup yang ada di alam, dan manusia dengan Sang Pencipta. Setiap hubungan tersebut harus berjalan seimbang. Selain itu manusia juga diciptakan dengan sesempurna penciptaan, dengan sebaik-baik bentuk yang dimiliki.
Manusia juga harus bersosialisasi dengan lingkungan, yang merupakan pendidikan awal dalam suatu interaksi sosial. Hal ini menjadikan manusia harus mempunyai ilmu pengetahuan yang berlandaskan ketuhanan. Karena dengan ilmu tersebut manusia dapat membedakan antara yang hak dengan yang bukan hak, antara kewajiban dan yang bukan kewajiban. Sehingga norma-norma dalam lingkungan berjalan dengan harmonis dan seimbang. Agar norma-norma tersebut berjalan haruslah manusia di didik dengan berkesinambungan dari “dalam ayunan hingga ia wafat”, agar hasil dari pendidikan –yakni kebudayaan– dapat diimplementasikan dimasyaakat.
Pendidikan sebagai hasil kebudayaan haruslah dipandang sebagai “motivator” terwujudnya kebudayaan yang tinggi. Selain itu pendidikan haruslah memberikan kontribusi terhadap kebudayaan, agar kebudayaan yang dihasilkan memberi nilai manfaat bagi manusia itu sendiri khususnya maupun bagi bangsa pada umumnya.
Dengan demikian dapat kita katakan bahwa kualitas manusia pada suatu negara akan menentukan kualitas kebudayaan dari suatu negara tersebut, begitu pula pendidikan yang tinggi akan menghasilkan kebudayaan yang tinggi. Karena kebudayaan adalah hasil dari pendidikan suatu bangsa.





B. Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan makalah ini selain untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah ilmu budaya dasar, juga bertujuan antara lain :
1. Mengetahui kebutuhan dasar manusia
2. Mengetahui kaitan antara manusia sebagai makhluk budaya dengan kemanusiaan
3. Mengetahui etika dan estetika
4. Mengetahui maksud dari memanusiakan manusia
5. Mengetahui masalah-masalah kebudayaan dan solusinya

















BABII
PEMBAHASAN


A. MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK YANG BERBUDAYA
Kebudayaan Berasal Dari Kata Sansekerta “BUDDHAYAH “ , yang merupakan bentuk jamak dari  kata “BUDDHI” yang berarti  budi atau akal. Dengan demikian kebudayaan dapat diartikan sebagai “hal-hal yang bersangkutan dengan budhi atau akal” Culture, merupakan istilah bahasa asing yang sama artinya dengan kebudayaan, berasal dari kata latin “colere” yang berarti mengolah atau mengerjakan (Mengolah tanah atau bertani). Dari asal arti tersebut yaitu “colere” kemudian “culture” diartikan sebagai segala daya dan kegiatan manusia untuk mengolah dan merubah alam.
Manusia sebagai makhluk yang berbudaya tidak lain adalah makhluk yang senantiasa mendayagunakan akal budinya untuk menciptakan kebahagiaan, karena yang membahagiakan hidup manusia itu hakikatnya sesuatu yang baik, benar dan adil, maka hanya manusia yang selalu berusaha menciptakan kebaikan, kebenaran dan keadilan sajalah yang berhak menyandang gelar manusia berbudaya.
Kebudayaan  kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan lain kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Unsur-unsur Kebudayaan
  1. Sistem religi yang meliputi:
        sistem kepercayaan
        sistem nilai dan pandangan hidup
        komunikasi keagamaan
        upacara keagamaan
  1. Sistem kemasyarakatan atau organisasi sosial yang meliputi:
        kekerabatan
        asosiasi dan perkumpulan
        sistem kenegaraan
        sistem kesatuan hidup
        perkumpulan
  1. Sistem pengetahuan meliputi pengetahuan tentang:
        flora dan fauna
        waktu, ruang dan bilangan
        tubuh manusia dan perilaku antar sesama manusia
  1. Bahasa yaitu alat untuk berkomunikasi berbentuk:
        lisan
        tulisan
  1. Kesenian yang meliputi:
        seni patung/pahat
        relief
        lukis dan gambar
        rias
        vokal
        musik
        bangunan
        kesusastraan
        drama
  1. Sistem mata pencaharian hidup atau sistem ekonomi yang meliputi:
        berburu dan mengumpulkan makanan
        bercocok tanam
        peternakan
        perikanan
        perdagangan
  1. Sistem peralatan hidup atau teknologi yang meliputi:
        produksi, distribusi, transportasi
        peralatan komunikasi
        peralatan konsumsi dalam bentuk wadah
        pakaian dan perhiasan
        tempat berlindung dan perumahan
        senjata
Etika dan estetika berbudaya
Etika berasal dari bahasa Yuniani, ethos. Ada 3 jenis makna etika menurut Bertens :
a. Etika dalam arti nilai-nilai atau norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau kelompok orang dalam mengatur tingkah laku.
b. Etika dalam arti kumpulan asas atau nilai moral ( kode etik)
c. Etika dalam arti ilmu atau ajaran tentang baik dan buruk ( filsafat moral)

Kebudyaan merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia. Manusia beretika, akan menghasilkan budaya yang beretika.

Etika berbudaya mengandung tuntutan bahwa budaya yang diciptakan harus mengandung niali-nilai etik yang bersifat universal. Meskipun demikian suatu bidaya yang dihasilkan memenuhi nilai-nilai etik atau tidak bergantung dari paham atau ideologi yang diyakini oleh masyarakat.

Estetika dapat dikatakan sebagi teori tentang keindahan atau seni, Estetika berkaitan dengan nilai indah-jelek.
B. MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK TERMULIA
Dari semua spesies makhluk Tuhan yang ada di alam semesta ini, manusia adalah makhluk yang paling mulia. Pernyataan ini bukan pernyataan “isapan jempol”. Pernyataan itu diungkapkan langsung oleh yang menciptakan manusia dan juga yang menciptakan seluruh makhuk, yaitu Allah, Rabbul ‘alamin. Jadi, ga perlu diragukan bos! Untuk lebih yakin, silahkan baca Q.S. al-Isrâ/17: 70 (“Dan sungguh telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik, dan Kami lebihkan  mereka atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna.”)
Sebagai bukti, banyak hal yang bisa kita ungkapkan untuk nunjukin bahwa manusia ini sejak awal memang sudah didesain oleh Tuhan untuk menjadi makhluk termulia. Kesatu, dalam catatan penciptaan alam semesta, manusia adalah makhluk terakhir yang diciptakan oleh Tuhan. Tapi hebatnya, begitu sosok manusia tercipta (Adam as), makhluk-makhluk “senior” yang lebih dulu menghuni “surga” justeru diperintahkan tunduk dan memberi hormat kepada Adam. Rekam jejak peristiwa ini terangkum dalam beberapa ayat di sekian surah dalam al-Qur’an (lih. Q.S. al-Baqarah/2: 34; al-A‘râf/7: 11; al-Isrâ’/17: 61; al-Kahfi/18: 50; Thâha/20: 116). Tak ayal, perintah Tuhan ini menuai protes. Sampai-sampai Tuhan membuka “forum dialog” bagi yang keberatan atas perintah-Nya itu. Lewat rekaman peristiwa ini, Tuhan mendeklarasikan bahwa manusia memiliki sejumlah kelebihan sehingga ia menjadi makhluk yang “lebih baik” daripada para seniornya, maka ia patut dihormati.
Bukti laen. Seturut pernyataan Tuhan, Ia menciptakan alam semesta ini adalah untuk kemaslahatan hidup manusia. “Tidakkah kamu memperhatikan bahwa Allah telah menundukkan apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi untuk (kepentingan)mu dan menyempurnakan nikmat-Nya untukmu lahir dan batin...” Q.S. Luqmân/31:20  (lihat juga. Q.S. Ibrâhim/14:32-33; an-Nahl/16:12; al-Hajj/22:65; al-Jâtsiyah/45:12-13). Semua yang ada di langit dan di bumi “ditundukkan” oleh Tuhan demi kepentingan manusia. Semuanya harus tunduk pada kepentingan dan kemaslahatan manusia, dan manusia bisa “memanfaatkan” mereka semuanya. Nah, justeru karena inilah, nantinya ada manusia yang kebablasan menerima hak kuasa ini. Ada yang merasa dia menjadi pemilik alam semesta dan bebas melakukan apa saja terhadap alam ini. Lupa bahwa alam ini masih milik Tuhan; lupa kalo Pada saat yang sama Tuhan juga melarang kita melakukan kerusakan di atas bumi ini. Tapi gimana pun juga, dengan “ditundukkannya” alam ini oleh Tuhan untuk kepentingan manusia, memberi makna manusia memang tercipta “lebih baik” daripada makhluk lain di alam semesta ini.
Manusia, sejak awal penciptaannya sudah dilantik oleh Tuhan sebagai wakil-Nya. Dalam bahasa agama, manusia adalah khalifah Tuhan di atas bumi ini (Lih. Q.S. al-Baqarah/2: 30: “Dan ingatlah ketika Tuhanmu berkata kepada para malaikat, ‘Sesungguhnya aku menciptakan khalifah di atas bumi’. Para malaikat berkata, ‘Apakah Engkau akan menciptakan di atas bumi itu sosok yang akan membuat kerusakan di bumi itu dan akan menumpahkan darah? Padahal kami senantiasa menyucikan dan memuji-Mu’. Allah berfirman (kepada para malaikat itu), ‘Sungguh Aku lebih mengetahui apa yang tidak kalian ketahui.”). Ayat ini sangat dahsyat kawan. Allah tidak hanya melantik manusia sebagai wakil-Nya (khalîfah fil ‘ardh), tetapi sekaligus memberi “garansi” bahwa manusia ini adalah sosok yang tepat. Ketika para malaikat yang hadir dalam “upacara pelantikan” itu meragukan kapabilitas sosok khalifah yang akan mewakili Tuhan di bumi, serta merta Tuhan berfirman: “innî a‘lamu mâ lâ ta‘lamûn” (Sungguh Aku lebih mengetahui apa yang tidak kalian ketahui),
C. MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK PENGEMBAN NILAI-NILAI MORAL
Kendatipun diakui bahwa nilai-nilai moral itu pada lazimnya tumbuh dan berkembang didasarkan atas norma-norma dan aturan-aturan yang berlaku secara universal di tengah-tengah masyarakat tetapi juga mesti diakui bahwa dilemma dan prblematika moral juga tumbuh selain dari perkembangan internal psikis dan pisik yang tengah berlangsung pada diri anak, juga stimuli dinamika interaksi sosial anak dengan lingkungan di luar dirinya. Bahkan untuk yang terakhir ini pada masa tertentu lebih mendominasi penumbuhkembangan nilai-nilai moral anak dan tidak jarang akan menenggelamkan nilai-nilai moral yang telah dimiliki anak pada masa-masa sebelumnya, atau bentuk perilaku menyimpang lainnya.
Persoalan yang menarik dalam konteks penumbuhkembangan nilai-nilai moral bagi anak didik bahwa penumbuhkembangan nilai-nilai moral pada anak didik ternyata tidak hanya sebatas mengupayakan dan menciptakan bentuk-bentuk interaksi sosial yang sangat kondusif dan positif bagi tumbuhkembangnya nilai-nilai moral dalam kehidupan anak yang akhirnya bermuara pada perilaku moral dalam kehidupan keseharian mereka. Namun yang juga sama pentingnya, bahkan lebih penting dan memiliki arti yang amat strategis dari yang pertama, adalah menciptakan kemampuan bagi anak-anak didik secara cerdas mampu memahami dan menemukan nilai-nilai moral dalam dinamika interaksi sosialnya yang penuh dengan tantangan dan tamparan moral, terutama pada kondisi-kondisi sosial yang dinilai tidak kondusif bagi penumbuhkembangan nilai-nilai moral.
Saat ini anak sangat mudahnya berinteraksi dengan kondisi-kondisi sosial yang boleh jadi sangat bertentangan dengan nilai-nilai moral, yang boleh jadi juga anak telah menyerap nilai-nilai amoral dengan tanpa disaringnya sebagai akibat interaksi sosialnya yang sudah sedemikian terbuka tanpa mengenal batas dan tempat.
Kecuali kondisi interaksi sosial yang sangat terrbuka seperti disebutkan di atas, diakui pula bahwa model pendidikan moral “ bag of vertues” tidak pula dapat dinapikan begitu saja oleh model pembelajaran klarifikasi nilai, karena bagaiman pun juga aturan-aturan dan norma-norma nilai moral sangat dibutuhkan anak dalam pencarian nilai yang sedang mereka usahakan atau dapat menumbuhkan nilai-nilai moral dalam diri mereka. Akan tetapi pendidikan model. bag of vertues ini sebagaimana diterapkan selama ini dengan tanpa menyentuh dan mengetahui perkembangan kognitif anak, maka model ini akan menjadikan nilai-nilai moral yang diberikan hanya dalam bentuk pengetahuan moral yang mesti dipikulnya. Akibatnya, tidak jarang pada saat tertentu akan melahirkan pemberontakan pada diri anak, terutama setelah disulut oleh keragaman sosial yang melecehkan nilai-nilai moral yang selama ini telah diakuinya. Jadi, persoalan yang perlu diperhatikan dalam konteks dinamika perkembangan moral anak seperti hal di atas adalah bagaimana nantinya anak mampu membuat putusan-putusan moral melalui pemikirannya yang cerdas tentang nilai-nilai moral yang dihadapinya.Dalam konteks seperti ini lah suatu metoda epistemik yang dapat menjadikan anak mampu secara cerdas dan bertanggung jawab menentukan pilihan-pilihan nilai-nilai moral untuk kebaikan dan kebajikan dirinya, masyarakat dan Tuhannya.
Kecuali tantangan epistemologi nilai yang mesti diberikan pada anak, juga tantangan psiko-sosial anak tidak pula dapat diabaikan. Anak-anak remaja khususnya pada masa ini telah mengalami perubahan yang sangat drastis dalam perkembangan psikis mereka termasuk perkembangan moral. Turiel 20 misalnya mengatakan bahwa issu moral tidak ditentukan oleh aturan-aturan sosial atau konsensus sosial, tetapi oleh faktor-faktor yang inheren dalam hubungan sosial. Lebih lanjut dikatakannya, bahwa konsep individu tentang keyakinan distruktur oleh konsep organisasi sosial yang telah mapan, sementara pemahaman individu tentang moral didasari pada konsep kesejahteraan dan hak-hak seseorang sekaligus juga ditentukan oleh konsep-konsep keadilan.
Kendatipun terlihat bahwa pendapat di atas membedakan pemahaman antara keyakinan dan moral, namun yang tidak dapat dipungkiri bahwa nilai-nilai moral sangat terkait dengan interaksi sosial individu dengan lingkungannya. Bahkan peranan orang tua dan guru dalam perkembangan moral pada remaja ini tidak jarang digantikan oleh interaksi sosialnya dengan teman sebayanya. Berkoiz berdasarkan penelitiannya melaporkan bahwa pada masa remaja, alasan moral dari teman sebaya lebih menggoda, lebih meyakinkan dan lebih mendorong bagi anak dari pada alasan pada orang tua dan guru.
Berkaitan dengan perkembangan psiko-sosial anak, John Dewey juga berpendapat bahwa anak akan menjadi lebih bermoral ketika ia telah mampu menilai situasi yang didahului oleh kemampuannya berperilaku sesuai dengan standar masyarakat atau kelompoknya. Begitu pula anak akan menjadi lebih rasional ketika ia telah berperilaku berdasarkan kebutuhan-kebutuhan fisiknya.
Gejala dinamika moral yang didasarkan pada psiko-sosial dalam diri remaja juga melahirkan sikap antagonistik internal dalam diri mereka, terutama ketika berhadapan dengan dilemma moral antara larangan, otoritas dan hukuman. Dalam situasi seperti ini, remaja biasanya banyak menggunakan alasan-alasan yang lebih berorientasi.
Dari paparan di atas terlihat bahwa dinamika internal psikis anak dalam aspek perkembangan moral mengalami kompleksitas yang luar biasa. Dinamika seperti ini selain didesak oleh perkembangan natural yang terjadi dalam diri anak, juga kuatnya stimulus eksternal sebagai akibat interaksi anak dengan lingkungan di luar dirinya. Keadaan seperti ini menjadikan perkembangan moral dalam diri anak cukup problematis dan dilematis. Tidak jarang anak pada masa ini akan sangat mudah melanggar nilai-nilai moral yang telah dimilikinya setelah mereka didesak oleh interaksi sosial dan kebutuhan fisiknya seperti diungkap di atas. Satu sisi pada saat ini peranan orang tua atau guru telah mulai ditinggalkan oleh anak kecuali orang tua bersedia melakukan dialog tentang isu-isu moral atau saling menghargai dan kerja sama serta mengembangkan pola berpikir induktif.24
Dari uraian di atas, yang perlu menjadi perhatian adalah bagaimana menyikapi dinamika dan dilemma moral yang terjadi pada anak dalam rangka menumbuhkembakan nilai-nilai moral dalam diri mereka. Penanaman nilai-nilai moral melalui bag of vertues sungguh mendapat tantangan dari anak pada masa ini, karena nilai-nilai moral yang telah dimiliki anak ketika ia memasuki interaksi sosial yang lebih terbuka dan bebas.boleh jadi dalam interaksi sosial tersebut, anak menemui nilai-nilai yang bertentangan dengan nilai-nilai moral yang telah dimilikinya.
















BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
         kebudayaan itu hanya dimiliki oleh masyarakat manusia;
         kebudayaan itu tidak diturunkan secara biologis melainkan diperoleh melalui proses belajar; dan
         kebudayaan itu didapat, didukung dan diteruskan oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Manusia, sejak awal penciptaannya sudah dilantik oleh Tuhan sebagai wakil-Nya. Dalam bahasa agama, manusia adalah khalifah Tuhan di atas bumi ini (Lih. Q.S. al-Baqarah/2: 30: “Dan ingatlah ketika Tuhanmu berkata kepada para malaikat, ‘Sesungguhnya aku menciptakan khalifah di atas bumi’. Para malaikat berkata, ‘Apakah Engkau akan menciptakan di atas bumi itu sosok yang akan membuat kerusakan di bumi itu dan akan menumpahkan darah? Padahal kami senantiasa menyucikan dan memuji-Mu’. Allah berfirman (kepada para malaikat itu), ‘Sungguh Aku lebih mengetahui apa yang tidak kalian ketahui.”).
 moralitas merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam pengembangan eksistensialitas manusia, bahkan tidak berlebihan untuk dikatakan bahwa eksistensialitas manusia itu pada prinsipnya adalah moralitas, sedemikian rupa dari perspektif ini dapat dikatakan pula moralitas merupakan inti dari eksistensialitas manusia.






DAFTAR PUSTAKA

http://www.nuansa islam.com/IBD\index.php.htm
Al-Isfahani, Raghib, al-Zari`a ila Makarim al-Syari`a, Abu Yazid al-`Ajami (ed), (Kairo: Dar al-Wafa`, 1987)
Bagus, Lorens, Kamus Filsafat, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996)
Bertens, K, Etika, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1994)
Bigge, Morris L., Learning Theories For Teachers, (New York: Harper & Row Publisher, 1982)

Minggu, 09 Oktober 2011

Makalah Buah

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Organ tumbuhan biji yang penting ada 3, yakni: akar, batang, daun.
Sedang bagian lain dari ketiga organ tersebut adalah modifikasinya, contoh: umbi modifikasi akar, bunga modifikasi dari ranting dan daun.
Ada banyak hal yang kita ketahui namun tidak kita pahami. Ada pula hal yang kita pahami namun tak dapat kita bagi untuk diajarkan. Misalnya saja pelajaran mengenai tumbuhan. Sejak masih sekolah dasar hingga lulus SMA, kita pasti mendapat pelajaran mengenai tumbuhan. Apa yang selama ini kita pelajari tentunya sama. Namun yang berbeda adalah bagaimana kita dalam memahami dan menerima apa yang diberikan. Ilmu mengenai batang tumbuhan tentunya sudah pernah diajarkan saat kita bersekolah SD sampai SMA.
B. Tujuan
Tujuan dari disusunnya makalah ini adalah untuk berbagi apa yang kita ketahui mengenai bunga tumbuhan lewat diskusi pada materi kuliah Morfologi tumbuhan. Sehingga kita semua dapat memahami dengan lebih dalam tentang bagaimana sistematika tumbuhan melangsungkan kehidupannya.






BAB II
PEMBAHASAN

A. PEMBENTUKAN BUAH
Buah adalah pertumbuhan sempurna dari bakal buah (ovarium). Setiap bakal buah berisi satu atau lebih bakal biji (ovulum), yang masing-masing mengandung sel telur. Bakal biji itu dibuahi melalui suatu proses yang diawali oleh peristiwa penyerbukan, yakni berpindahnya serbuk sari dari kepala sari ke kepala putik. Setelah serbuk sari melekat di kepala putik, serbuk sari berkecambah dan isinya tumbuh menjadi buluh serbuk sari yang berisi sperma. Buluh ini terus tumbuh menembus tangkai putik menuju bakal biji, di mana terjadi persatuan antara sperma yang berasal dari serbuk sari dengan sel telur yang berdiam dalam bakal biji, membentuk zigot yang bersifat diploid. Pembuahan pada tumbuhan berbunga ini melibatkan baik plasmogami, yakni persatuan protoplasma sel telur dan sperma, dan kariogami, yakni persatuan inti sel keduanya.
Setelah itu, zigot yang terbentuk mulai bertumbuh menjadi embrio (lembaga), bakal biji tumbuh menjadi biji, dan dinding bakal buah, yang disebut perikarp, tumbuh menjadi berdaging (pada buah batu atau drupa) atau membentuk lapisan pelindung yang kering dan keras (pada buah geluk atau nux). Sementara itu, kelopak bunga (sepal), mahkota (petal), benangsari (stamen) dan putik (pistil) akan gugur atau bisa jadi bertahan sebagian hingga buah menjadi. Pembentukan buah ini terus berlangsung hingga biji menjadi masak. Pada sebagian buah berbiji banyak, pertumbuhan daging buahnya umumnya sebanding dengan jumlah bakal biji yang terbuahi.
Dinding buah, yang berasal dari perkembangan dinding bakal buah pada bunga, dikenal sebagai perikarp (pericarpium). Perikarp ini sering berkembang lebih jauh, sehingga dapat dibedakan atas dua lapisan atau lebih. Yang di bagian luar disebut dinding luar, eksokarp (exocarpium), atau epikarp (epicarpium); yang di dalam disebut dinding dalam atau endokarp (endocarpium); serta lapisan tengah (bisa beberapa lapis) yang disebut dinding tengah atau mesokarp (mesocarpium).
Pada sebagian buah, khususnya buah tunggal yang berasal dari bakal buah tenggelam, terkadang bagian-bagian bunga yang lain (umpamanya tabung perhiasan bunga, kelopak, mahkota, atau benangsari) bersatu dengan bakal buah dan turut berkembang membentuk buah. Jika bagian-bagian itu merupakan bagian utama dari buah, maka buah itu lalu disebut buah semu. Itulah sebabnya menjadi penting untuk mempelajari struktur bunga, dalam kaitannya untuk memahami bagaimana suatu macam buah terbentuk.
Berdasarkan derajat kekerasan perikarpium (dinding buah) buah dibedakan ke dalam dua tipe, yaitu buah kering, dan buah berdaging. Pada buah yang berdaging, perikarpium, yang berasal dari dinding ovarium terdiferensiasi menjadi epikarpium, mesokarpium, dan endokarpium. Endokarpium biasanya keras dan mengandung sel batu. Pada buah kering perikarpium sering mempunyai jaringan sklerenkimatis. Penggolongan buah yang lain didasarkan pada tingkat kemampuan buah untuk membuka (merekah) atau tidak pada waktu masak. Buah kering selanjutnya dibedakan atas buah yang tidak memecah (indehiscens) dan yang memecah (dehiscens). Buah indehiscens berisi satu biji, sehingga untuk memencarkan bijinya buah ini tidak perlu memecah. Yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah buah tipe padi, tipe kurung, dan tipe keras. Buah-buah tunggal berdaging pada umumnya tidak memecah (membuka) ketika masak. Salah satu perkecualiannya adalah pala (Myristica).

B. BAKAL BUAH (OVARIUM)
Merupakan bagian putik yang membesar, dan biasanya terdapat di tengah tengah dasar bunga. Dalam bakal buah terdapat calon biji atau bakal biji (ovulum), yang bakal biji itu teratur pada tempat-tempat tertentu dalam bakal buah tadi. Bagian yang merupakan pendukung bakal biji disebut tembuni (placenta).

1.      LETAK BAKAL BUAH PADA DASAR BUNGA
Ø  Menumpang (superus) yaitu : bakal buah duduk di atas dasar bunga sedemikian rupa, sehingga bakal buah tadi lebih tinggi atau  bahkan lebih rendah daripada tepi dasar bunga.
Ø  Setengah tenggelam (hemi inferus)
bakal buah duduk di atas dasar bunga yang cekung, sebagian samping bakal buah berlekatan dengan dasar bunga yang berbentuk mangkuk atau piala.
Ø  Tenggelam (inferus)
bakal buah duduk di atas dasar bunga yang cekung, seluruh bagian samping bakal buah berlekatan dengan dasar bunga yang berbentuk mangkuk atau piala.

2.      JUMLAH RUANG DALAM BAKAL BUAH
a.       Beruang satu (unilocularis)
ü  tersusun atas satu daun buah saja
ex. Leguminosae
ü  tersususn dari banyak daun buah
ex. Carica papaya

b.      Beruang dua (bilocularis)
ü  tersusun atas dua daun buah
 ex. Brassicaceae
c.       Beruang tiga (trilocularis)
ü  tersusun atas tiga daun buah
 yang tepinya melipat ke dalam dan berlekatan sehingga terbentuk bakal buah dengan tiga sekat
ex: Euphorbiaceae      
ü  Beruang banyak (multilocularis)
tersusun atas banyak daun buah, yang tepinya melipat ke dalam dan berlekatan sehingga terbentuk bakal buah dengan banyak sekat dan terbentuk banyak ruangan
ex. Durio zibethinus Murr.

3.      PERLEKATAN DAUN BUAH
Ø  Apokarp (pistillum apocarpum) bakal buah yang dibentuk oleh daun-daun buah tidak berlekatan satu sama lain.
Ø   Senokarp (pistillum coenocarpum) bakal buah yang dibentuk oleh daun-daun buah berlekatan satu sama lain.
Ø  Parakarp (pistillum paracarpum) bakal buah yang dibentuk oleh daun-daun buah berlekatan satu sama lain, membentuk satu putik dengan satu ruang.
Ø  Sinkarp (pistillum syncarpum) bakal buah yang dibentuk oleh daun-daun buah berlekatan satu sama lain, membentuk putik dengan ruang sesuai dengan jumlah daun buah.

4.      SEKAT-SEKAT DALAM BAKAL BUAH

a.       Sekat sempurna (septum completus)
Sekat yang membagi bakal buah menjadi lebih dari satu ruang dan ruang-ruang tersebut tidak mempunyai hubungan satu dengan lainnya.
b.      Sekat tidak sempurna (septum incomletus)
Sekat yang membagi bakal buang menjadi beberapa ruang, tetapi ruang-ruang tersebut masih ada hubungan satu sama lain
Sekat ini masih dapat dibedakan :

Sekat ini masih dapat dibedakan :
v  Sekat asli (septum)
sekat berasal dari sebagian daun buah yang melipat ke dalam dan berubah menjadi sekat
ex. Durio zibethinus Murr.
v  Sekat semu (septum spurius)
sekat berasal dari suatu jaringan yang terbentuk oleh dinding bakal buah
ex. Datura metel L.

5.      TEMBUNI (PLACENTA)
Bagian bakal buah yang mendukung bakal biji atau menjadi tempat duduknya bakal-bakal biji.

Menurut letaknya tambuni dibedakan:
a.       Marginal (marginalis)
letaknya pada tepi daun buah
b.      Laminal (laminalis)
letaknya pada helaian daun buah

Untuk bakal buah yang hanya terdiri atas satu ruang, maka kemungkinan letak tambuninya adalah:
§  Perietal (parietalis)
tembuni tertetak pada dinding bakal-bakal buah
§  Sentral (centralis)
tembuni tertetak di pusat atau di poros bakal buah
§  Aksilaris (axilaris)
tembuni tertetak di sudut tengah bakal buah.

C. PENYERBUKAN DAN PEMBUAHAN
Ialah jatuhnya serbuk sari pada kapala putik (untuk  golongan tumbuhan berbiji tertutup) atau jatuhnya serbuk sari langsung pada bakal biji (untuk tumbuhan berbiji telanjang), sedangkan yang dimaksud denga pembuahan adalah terjadinya perkawinan (persatuan atau peleburan yang menjadi satu) sel telur yang terdapat dalam kandung lembaga di dalam bakal biji dengan suatu inti yang berasal dari serbuk sari.

Berdasarkan asal serbuk sari yang jatuh pada kepala putik, penyerbukan dibedakan menjadi:
a.       Penyerbukan sendiri (autogamy), yaitu jika serbuk sari yang jatuh di kepala putik berasal dari bunga itu sendiri.
b.      Penyerbukan tetangga (geitonogamy), jika serbuk sari yang jatuh di kepala putik berasal dari bunga lain pada tumbuhan itu juga.
c.       Penyerbukan silang (allogamy), jika serbuk sari yang jatuh di kepala putik berasal dari bunga tumbuhan lain, tetapi masih tergolong dalam jenis yang sama.
d.      Penyerbukan bastar (hibridogamy), jika serbuk sari berasal dari bunga pada tumbuhan lain yang berbeda jenisnya, atau sekurang-kurangnya mempunyai satu sifat beda.

Menurut vector  atau perantara yang menyebabkan dapat berlangsungnya penyerbukan, penyerbukan dapat dibedakan dalam beberapa macam:
a)      Penyerbukan dengan perantara angin (anaemophyly, anemogamy). Jika serbuk sari sampai pada bunga yang diserbuki dengan perantara angin. Penyerbukan ini biasanya terjadi pada tumbuhan yang mempunyai sifat-sifat berikut:
§  Kepala sari tidak melekat erat pada tangkai sari.
§  Menghasilkan banyak serbuk sari yang kecil, lembut serta kering tidak berlekatan, hingga mudah sekali di terbangkan angin.
§  Bunga seringkali tidak mempunyai hiasan bunga (kelopak dan mahkota), sehingga benang sari maupun kepala putiknya tidak terlindung kalau ada tiupan angin.
§  Kepala putik mempunyai bentuk seperti bulu ayam atau seperti benang.
§  Tempat bunga tidak tersembunyi.
b)      Penyerbukan dengan perantara air (hydrophyly, hydrogamy).
Yaitu penyerbukan dengan perantara air. Penyerbukan dengan cara ini hanya mungkin terjadi pada tumbuhan yang hidup di air.
c)      Penyerbukan dengan perantaraan binatang (zoidiophyly, zoidiogamy).
Yaitu penyerbukan yang berlangsung karena ada pengaruh hewan sebagai perantara. Penyerbukan ini biasanya terjadi pada tumbuhan yang mempunyai cirri sebagai berikut:
·         Menghasilkan sesuatu yang menarik atau menjadi makanan binatang.
·         Mempunyai warna menarik.
·         Kadang-kadang mempunyai bentuk yang khusus, sehingga bunga dapat di kunjungi oleh jenis hewan tertentu saja.
·         Serbuk sari sering bergumpal-gumpal dan berperekat, sehingga mudah menempel pada tubuh binatang yang mengunjungi bunga.

1.      PENYERBUKAN
Penyerbukan atau polinasi adalah transfer serbuk sari/polen ke kepala putik (stigma). Kejadian ini merupakan tahap awal dari proses reproduksi.
Penyerbukan merupakan :
·         pengangkutan serbuk sari (pollen) dari kepala sari (anthera) ke putik (pistillum)
·         peristiwa jatuhnya serbuk sari (pollen) di atas kepala putik (stigma).
·         Bunga merupakan alat reproduksi yang kelak menghasilkan buah dan biji.
·         Di dalam biji ini terdapat calon tumbuhannya (lembaga).
·         Terjadi buah dan biji serta calon tumbuhan baru tersebut karena adanya penyerbukan dan pembuahan.
·         Penyerbukan merupakan jatuhnya serbuk sari pada kepala putik (untuk golongan tumbuhan berbiji tertutup) atau jatuhnya serbuk sari langsung pada bakal biji (untuk tumbuhan berbiji telanjang)
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar proses polinasi berjalan lancar dengan hasil optimal, antara lain :
1.      Sistem penyilangan (breeding system) dan variasi jenis kelamin yang menentukan perlunya penyerbukan silang.
2.      Saat penyebaran serbuk sari, reseptimatis stigma induk bunga, seluruh tanaman/ pohon yang dikaitkan dengan aktivitas harian serta musiman vektor penyebuk.
3.      Vektor yang berperan dalam penyerbukan.
4.      Pengaruh cuaca terhadap sinkronisasi pembungaan, penyebaran serbuk sari, serta aktivitas vektor.
Macam Penyerbukan Di Alam
Penyerbukan dapat dibedakan menjadi :
1.      Penyerbukan tertutup (kleistogami) Terjadi jika putik diserbuki oleh serbuk sari dari bunga yang sama. Dapat disebabkan oleh Putik dan serbuk sari masak sebelum terjadinya anthesis (bunga mekar) Konstruksi bunga menghalangi terjadinya penyerbukan silang (dari luar), misalnya pada bunga dengan kelopak besar dan menutup. Contoh : familia Papilionaceae
2.      Penyerbukan terbuka (kasmogami) Terjadi jika putik diserbuki oleh serbuk sari dari bunga yang berbeda. Hal ini dapat terjadi jika putik dan serbuk sari masak setelah terjadinya anthesis (bunga mekar)

Beberapa tipe penyerbukan terbuka yang mungkin terjadi :
1.      Autogamie: putik diserbuki oleh serbuk sari dari bunga yang sama
2.      Geitonogamie: putik diserbuki oleh serbuk sari dari bunga yang berbeda, dalam pohon yg sama
3.      Allogamie (Silang): putik diserbuki oleh serbuk sari dari tanaman lain yg sejenis
4.      Xenogamie (asing): putik diserbuki oleh serbuk sari dari tanaman lain yg tidak sejenis
Beberapa tipe bunga yang memungkinkan terjadinya penyerbukan terbuka:
1.      Dikogami Putik dan benang sari masak dalam waktu yang tidak bersamaan.
2.      Protandri : benang sari lebih dahulu masak daripada putik
3.      Protogini : putik lebih dahulu masak daripada benang sari
4.      Herkogami Bunga yang berbentuk sedemikian rupa hingga penyerbukan sendiri tidak dapat terjadi. Misal Panili yang memiliki kepala putik yang tertutup selaput (rostellum).
5.      Heterostili Bunga memiliki tangkai putik (stylus) dan tangkai sari (filamentum) yg tidak sama panjangnya.
2.      PEMBUAHAN
A.    GANDA
Butir serbuk/serbuk sari Þ menempel pada kepala putik Þ membentuk buluh serbuk (2 inti, inti vegetatif dan inti generatif) berjalan ke arah mikropil (pintu kandung lembaga) Þ inti generatif membelah Þ 2 inti sperma Þ sampai di mikropil, inti vegetatif mati Þ satu inti sperma membuahi sel telur Þ embrio. Satu inti sperma lain membuahi inti kandung lembaga Þ endosperma (makanan cadangan bagi embrio).
Karena pembuahannya berlangsung dua kali maka pembuahan pada Angiospermae disebut pembuahan ganda.
Embrio pada tumbuhan berbiji tertentu dapat terbentuk karena beberapa sebab. yaitu :
a.       Melalui peleburan sperma dan ovum (amfimiksis)
b.      Tidak melalui peleburan sperma dan ovum (apomiksis), yang dapat dibedakan atas:
ü  Apogami : embrio yang terbentuk berasal dari kandung lembaga. Misalnya : dari sinergid dan antipoda
ü  Partenogenesis : embrio terbentuk dari sel telur yang tidak dibuahi.
ü  Embrio adventif : merupakan embrio yang terbentuk dari sel nuselus, yaitu bagian selain kandung lembaga.
B.     TUNGGAL
Strobilus jantan serbuk sari jatuh pada tetes penyerbukan (ujung putik) buluh serbuk  membelah  inti tabung dan inti spermatogen  inti spermatogen  membelah  dua inti sperma  membuahi sel telur di dalam ruang arkegonium zigot lembaga di dalam biji  tumbuhan baru.
Pembuahan pada gymnospermae disebut pembuahan tunggal, karena tiap-tiap inti sperma membuahi satu sel telur.







BAB III
PENUTUP


A. KESIMPULAN
Bakal buah adalah pertumbuhan sempurna dari bakal buah (ovarium). Setiap bakal buah berisi satu atau lebih bakal biji (ovulum), yang masing-masing mengandung sel telur. Bagian putik yang membesar dan biasanya terdapat ditengah-tengah dasar bunga. Yang terdapat pada calon biji atau bakal biji (ovulum). Penyerbukan adalah jatuhnya serbuk sari pada permukaan putik.
Penyerbukan merupakan bagian penting dari proses reproduksi tumbuhan berbiji.
Penyerbukan yang sukses akan diikuti segera dengan tumbuhnya buluh serbuk yang memasuki saluran putik menuju bakal biji. Di bakal biji terjadi peristiwa penting berikutnya, pembuahan.









DAFTAR PUSTAKA

Anonimus. 2011. Bakal Buah (Ovarium). (online). http://id.shvoong.com/exact-sciences/1897342-buah/#ixzz1MzahVUgY
Anonimus. 2010. Penyerbukan Dan Pembuahan. (online) . http://edukasi.kemd iknas.go.id/index.php?mod=script&cmd=Bahan%20Belajar/Modul%20Online/view&id=12&uniq=201
Anonimus. 2011.buah. (online). http://id.wikipedia.org/wiki/Buah
Tjitrosoepomo, Gembong. 2005. Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.